Kemarin Jumat, sepulang dari monitoring ke warga, saya dan
beberapa teman berkunjung ke rumah salah satu pegawai kantor. Rumahnya
di Sorogenen, masuk Kecamatan Kalasan, Sleman. Tujuan kami hanya satu,
yaitu memancing.
Ternyata mencari rumah teman tsb cukup
sulit, bukan karena jauh mblusukkan tapi karena untuk menujunya, kami
harus mencari gang kampung kecil yang ada di pinggir jalan Solo.
Yap,
jalan masuk ke kampung tsb memang di jalan Solo, tapi gang-nya sungguh
tak terlihat jika tidak benar-benar dicari. Petunjuk terpenting
mencarinya adalah plang salah satu bank ber-plat merah.
Gang
masuk ke kampung Sorogenen hanyalah sebuah gang kecil yg hanya cukup
dilewati 1 mobil, bahkan jika berpapasan dengan sepeda motorpun, maka
salah satu harus mengalah.
Rumah-rumah yg kami temui
pun, bukan perumahan elit, hanya kampung biasa. Kami memakirkan mobil
disalah satu halaman rumah penduduk, setelah meminta ijin.
Pandangan
pertama saya jatuh pada rel kereta api dan bandara Adi Sucipto. Wow,
saya tidak pernah sedekat ini melihat pesawat take off melintasi kepala
saya, dan disaat bersamaan, kereta api melintas di depan saya. Dan
posisi saya tidak di bandara, tapi di luar kawasan bandara.
Menyusuri rel kereta api, kami menemukan blumbang (kolam ikan) milik salah satu teman kantor. Kolam ikannya cukup luas, sekitar 1000 meter. Ini tempat yang kami cari.
Teman
kantor saya ini memang memiliki usaha di perikanan, dia memasok ikan,
bahkan hingga keluar kota, ke banyak restoran. Tentunya di lahan seluas
itu, dia "mempekerjakan" banyak anjing untuk menjaga kolam ikannya.
Tapi,
bukan luas kolam ikan yg menakjubkan saya, tapi lokasi lahannya.
Bayangkan, saya bisa memancing ikan di tempat yg jauh dari keramaian
manusia, menikmati langit, sesekali melihat pesawat yang terbang atau
mendarat, sambil merasakan getaran tanah saat kereta api melintas.
Tidakkah itu suasana yg kontras tapi sekaligus menakjubkan?
Lalu bagian mana yg membuat saya merasa pengalaman kemarin termasuk hal yg berkesan untuk saya?
Ini karena pengalaman saya selama ini hanya berada di dalam bandara naik pesawat atau di dalam kereta.
Saat
naik pesawat, entah itu terbang ke kota lain atau pulang ke Jogja, dan
kemudian melihat rumah-rumah yang ada di sekitar bandara, saya selalu
berpikir, "Bagaimana bisa mereka nyaman tinggal di dekat bandara?
Bagaimana dengan tingkat kebisingannya? Bagaimana jika ada sesuatu yg
buruk, seperti pesawat gagal landing dan menabrak rumah mereka?"
Atau
saat saya naik kereta api, saya berpikir, "Bagaimana bisa mereka
tinggal di dekat rel kereta api? Tidakkah memiliki rumah yg dekat dengan
rel kereta akan terkena imbas kebisingan dan rasa khawatir jika
anak-anak mereka yg masih kecil tertabrak saat kereta api melintas?".
Pikiran-pikiran saya dipenuhi dengan pertanyaan, "bagaimana bisa?"
Pengalaman
memancing kemarin membuat saya menata ulang sudut pemahaman saya.
Ternyata tinggal di dekat bandara tidak terlalu buruk, dan ternyata
tinggal di dekat rel kereta api juga tidak jelek. Ternyata, menyenangkan
juga!
Tapi, barangkali yang harus digarisbawahi
adalah teman kantor saya tidak benar-benar tinggal di dekat rel kereta
api. Beliau memiliki kolam ikan luas, yang tepatnya, berlokasi di
samping rel kereta api dan di samping bandara.
Pemandangan dari kolam ikannya itu yang menurut saya, jauh lebih mahal dari harga ikannya tsb.
Sejak hari itu, saya mulai berpikir, punya tanah luas dan dijadikan kolam ikan sepertinya menyenangkan.
Kalau
sudah begini, pertanyaannya hanya satu: "kira-kira saya harus kerja
berapa puluh tahun lagi, agar bisa punya duit untuk beli tanah seluas
itu?"
Happy Life!
0 komentar:
Post a Comment
berkomentarlah ;-)